DIKDIK ALI AKBAR/ PTIQ JAKARTA
PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta
alam, yang telah mencurahkan rahmat dan kasih sayang Nya kepada seluruh
manusia. Tuhan yang memperbuat apa saja yang dikehendak Nya, yang Besar dan
Tinggi, yang Tunggal, dan tidak sesuatu pun yang menyerupai Nya.
Shalawat dan Salam dimohonkan untuk
penghulu kita, Imam sekalian Rasul, Nabi yang paling akhir yang diutus Tuhan
untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira untuk hamba-hamba Nya yang saleh dan
membawa kabar duka untuk umat yang
durhaka. Rasul yang memanggil umat ke jalan Allah dan menjadi pelita bagi seluruh manusia di
kegelapan zaman, yaitu Muhammad ShallAllah u ‘Alaihi Wasallam.
Salah satu karakteristik seorang wirausaha yaitu berani mengambil resiko.
Apakah yang dimaksud dengan resiko? Bagaimana pandangan wirausaha mengenai
resiko? dan apakah pengambilan resiko itu sama pengertiannya bagi setiap orang?
Resiko dapat diartikan sebagai suatu ketidakpastian dimasa yang akan datang
dan dapat diartikan juga sebagai suatu konsekuensi yang memunculkan
dampak yang merugikan.
Penjabaran dari resiko dan pengambilan resiko sebagaimana dituliskan di
atas akan dibahas dalam makalah ini, semoga bermanfaat.
Jakarta, 25 Oktober 2012
Pemakalah
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pengambilan Resiko
Wirausaha sering dikenal
sebagai orang yang mampu membuka usahanya sendiri dan menciptakan lapangan
pekerjaan bagi orang lain. Menurut KBBI, wirausahawan merupakan orang yang
pandai atau berbakat mengenali produk baru, menyusun cara baru dalam
berproduksi, menyusun operasi untuk mengadakan produk baru, mengatur permodalan
operasinya, serta memasarkanya. Seorang wirausaha harus mampu menciptkan
sesuatu yang berbeda dan mampu menangkap peluang yang ada.
Resiko bagi para wirausaha bukanlah sebagai suatu hambatan untuk meraih
kesuksesan tetapi dijadikan sebagai suatu tantangan. Wirausaha adalah orang
yang lebih menyukai hal-hal yang
menantang untuk lebih mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Pengambilan resiko
menurut perspektif wirausaha yaitu dengan mengambil resiko yang tidak terlalu
tinggi dan tidak terlalu rendah. Karena seorang wirausaha selalu ingin berhasil
menjauhi resiko yang tinggi, dan menghindari resiko yang lebih rendah karena
bagi mereka tidak ada tantangan.
Dalam
pengambilan resiko para wirausaha selalu memperhitungkan matang-matang
keputusan yang akan diambil. Pengambilan resiko berkaitan erat dengan
kepercayaan diri. Semakin besar keyakinan pada kemampuan diri sendiri, semakin
besar pula keyakinan dalam mempengaruhi hasil dan keputusan, serta semakin siap
pula mencoba apa yang menurut orang lain penuh dengan resiko.
Yang membedakan seorang wirausaha dengan yang lainnya adalah kesiapan dalam pengambilan resiko. Kebanyakan orang
lebih suka berada dalam titik yang aman dan nyaman dengan tidak mengambil hal
yang beresiko atau lebih memilih resiko yang lebih rendah. Berbeda dengan
wirausaha, resiko dijadikan sebagai tantangan untuk mencapai
kesuksesan, bukan suatu hambatan yang menjadikan kita gagal.[1]
Anak muda sering dikatakan selalu menyenangi
tantangan. Mereka tidak takut mati. Inilah salah satu faktor pendorong anak
muda menyenangi olah raga yang penuh dengan resiko dan tantangan, seperti balap
motor di jalan raya, balap mobil milik orang tuanya. Tetapi, contoh-contoh
tersebut dalam arti negatif. Olahraga beresiko yang positif ialah panjat
tebing, mendaki gunung, arum jeram karate atau olah raga bela diri dan
sebagainya.
Ciri-ciri dan watak seperti ini dibawa ke dalam wirausaha yang juga penuh
resiko dan tantangan, seperti persaingan, harga turun naik, barang tidak laku
dan sebagainya. Namun semua tantangan ini harus dilakukan dengan penuh
perhitungan. Jika perhitungan sudah matang, membuat pertimbangan dari segala
macam segi, maka berjalanlah terus dengan tidak lupa berlindung kepada-Nya.[2]
B. Berani
mengambil resiko
Risiko itu ada bilamana waktu yang akan datang
(future) tidak diketahui (uknown). Jadi, dengan perkataan lain
resiko itu ada bila ada ketidakpastian (uncertainty). Berhubungan akibat
daripada resiko itu sangat tidak kita kehendaki, maka setiap orang akan
bertindak sebgai risk manager, bukan karena dipilih tetapi karena
terpaksa. Berhubung resiko itu banyak ragamnya, dalam tahap ini akan dibahas
terutama resiko yang dihadapi oleh business firm dan selanjutnya resiko
yang dihadapi oleh keluarga. Beberapa jenis resiko:
1. Objective risk : ialah resiko yang terjadi secara alami (nature)
yang sama bagi semua orang dan cara mengatasinya pun sama.
2. Subjective risk : adalah
resiko yang diperkirakan akan terjadi oleh setiap orang sebagai akibat objective
risk.
3. Uncertainty : adalah kesadaran orang akan adanya resiko
dalam situasi tertentu, tetapi sulit untuk memperkirakan mana dari sekian
akibat atau hasil yang akan terjadi. Tidak seperti halnya kemungkinan,
ketidakpastian ini tidak dapat diukur dengan alat apa pun yang dapat diterima.
Reaksi terhadap resiko; adalah reaksi
seseorang atau tindakan seorang dalam situasi yang tidak pasti. Reaksi ini
antara lain disebabkan karena ketidakpastian ini. Reaksi orang terhadap resiko
tidak sama, tergantung pada hal yang berikut:
a. Jenis kelamin
b. Pendidikan
c. Umur
d. Intelegensi
e. Kondisi ekonomi
Kerugian potensial dalam sistem yang
mengandung resiko dapat digolongkan ke dalam bidang: ekonomil, sosial, politik
dan psikologi, fisik, legal atau kombinasi dari semuanya. Three Classes of
Economic Risk:
1. Pure
speculative risk (A. H. Mowbray)
Pure risk terjadi bila kemungkinan rugi ada tetapi kemungkinan
yang menguntungkan tidak ada. Contoh: kecelakaan pada mobil
Speculative risk, timbul bila kesempatan adanya rugi maupun
untung (gain) sama-sama ada. Contoh: dalam ekspansi perusahaan.
2. static or
dynamic risk (A. H. Willet)
static risk, selalu dihubungkan dengan kerugian yang disebabkan irregular
action karena peristiwa alam atau karena kesalahan dari human being
(manusia). Statistic losses, biasanya menyebabkan kerugian pada
masyarakat dalam periode tertentu dan pengaruhnya terhadap individual selalu
berupa pure risk.
Dinamic risk, biasanya dihubungkan dengan perubahan kehendak manusia.
Contoh: umpamanya ada perkembangan machinery dan organisasi.
3. Fundamental or
particular risk (C. A. Kulp)
Fundamental risk, adalah resiko yang dihubungkan dengan adanya uncertainty,
ketidakcermatan, bencana alam. Particular risk, adalah resiko yang
sifatnya personal yang kadang-kadang dapat dicegah, seperti kehilangan
pekerjaan. Sedangkan fundamental risk.
Risk managemen procces terdiri dari lima langkah sebagai berikut:
1. Harus adanya pembinaan prosedur dan komunikasi
dalam organisasi secara baik, supaya dapat menyusun serta menemukan kemungkinan
adanya resiko yang akan terjadi.
2. Selalu melakukan identifikasi pada risk.
Pengukuran kerugian ini mencakup:
a. Penetapan probilitas pada kerubian yang akan
terjadi
b. Penetapan pengaruh terhadap aspej fiansial
c. Kemampuan memperkirakan (predicting)
3. Pengambilan keputusan (decision maker),
keputusan mana yang diangga paling baik dan paling tepat untuk mengatasi
masalah, dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
a. Avoiding the
risk
b. Reducng the
loss
c. Transfering the
risk
d. Retaining the
risk internally (risk retention)
4. Implementasi daripada metode yang sudah
dipilih
5. Evalusi terhadap keputusan yang telah diambil.
Kemauan dan kemampuan untuk mengambil resiko
menempatkan salah satu nilai utama dalam kewirausahaan. Wirausaha yang tidak
mau megambil resiko akan sukar memulai atau berinisiatif. Menurut Angelita S.
Bajaro, “seorang wirausaha yang berani menanggung resiko ialah orang yang
selalu ingin jadi pemenang dan memenangkan dengan cara yang baik.”
Wirausaha ialah orang yang lebih menyukai usaha-usaha yang lebih menantang
untuk mencapai kesuksesan atau kegagalan ketimbang usaha yang kurang menantang.
Oleh sebab itu, wirausaha kurang menyukai resiko yang terlalu rendah atau yang
terlalu tinggi. Wirausaha akan menyukai resiko yang paling seimbang (moderat).
Dengan demikian, keberanian untuk menanggung resiko yang menjadi nilai
kewirausahaan adalah pengambilan resiko yang penuh dengan perhitungan dan
realistik.
Bahwa pengambil resiko berkaitan dengan
kepercayaan diri sendiri. Artinya, semakin besar keyakinan seorang kepada
kemampuan sendiri, semakin besar keyakinan orang tersebut akan kesanggupan
untuk mempengaruhi hasil dan keputusan. Dan semakin besar pula kesediaan
seseorang untuk mencoba apa yang menurut orang lain sebagai resiko. Oleh sebab
itu, pengambil resiko ditemukan pada orang-orang yang inovatif dan kreatif yang
merupakan bagian terpenting dari perilaku kewirausahaan.
Dalam perusahaan besar, manajemen senior
biasanya mengambil keputusan data dan dokumentasi perusahaan yang terdapat
dalam survei, laporan dan anjungan komite. Informasi ini, biasanya telah
dihimpun dengan cara yang baku, sesuai dengan teknik-teknik pemecahan
persoalan. Sebuah persoalan utama dapat dibagi-bagi sehingga sebagian
daripadanya dapat dipecahkan dengan segera. Biasanya karena ada kebutuhan
mendesak yang hasilnya cukup pasti. Biasanya keputusan dicapai melalui prosedur
tetap, yang dimengerti dengan baik oleh manajemen, dan mungjin ini hasil
musyawarah karena banyak orang yang bersedia memikul tanggung jawab pribadi
atas keputusan tadi.[3]
C. Mengambil Risiko dalam Peluang Usaha
Seorang
wirausahawan adalah penentu risiko dan bukan penanggung risiko. Ducker
mengatakan bahwa ketika wirausawan menetapkan sebuah keputusan, sudah memahami
secara sadar risiko yanga bakal di hadapinya. Selanjutnya wirausaha tersebut
akan memperkecil risiko - risiko itu. Dalam hal ini,penerapan inovasi dalam
usaha merupakan usaha yang kreatif untuk memperkecil kemungkinan terjadinya
risiko. Dalam berwirausaha praktiknya penuh risiko. seperti adanya persaingan,
harga turun naik, barang tidak laku dijual,serta adanya resesi dan inflasi.
Namun semua risiko tersebut dengan membuat keputusan dari segala macam segi,
serta tidak lupa berlindung dan memohon pertulungan dari Tuhan Yang Maha Esa.[4]
D. Pengambilan
Resiko Karakretistik Entrepreuner
Ada
tujuh ciri-ciri seorag wirausahawan menurut Meredith ( 1996 ) adalah harus
memiliki percaya diri, berorientasikan tugas dan hasil, pengambil resiko,
kepemimpinan, keorisinilan, berorientasi ke masa depan, jujur dan tekun.
Sementara menurut Kuratko dan Hodgetts menyebutkan ada sembilan karakteristik
dari entrepreneur, yaitu:
1.
Entrepreneur
adalah pelaku
2.
Entrepreneur
itu dilahirkan, bukan di buat atau diciptakan
3.
Entrepreneur
selalu menjadi penemu atau pencipta sesuatu
4.
Entrepreneur
adalah akademis
5.
Entrepreneur
harus memenuhi the profile
6.
Kebutuhan
entrepreneur adalah keberuntungan
7.
Ketidak
tahuan merupakan keberuntungan bagi entepreniur
8.
Entrepreneur
menginginkan keberhasilan dan pengalaman menyatakan tingkat kegagalan cukup
tinggi
9.
Entrepreneur
adalah seorang pengambil resiko
Wirausaha sukses harus cermat dalam mengkalkulasi resiko,
Kecermatan, ketelitian,
kehati-hatian merupakan suatu sifat yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha.
Penggabungan dari ketiga sifat diatas memberi dampak yang positif untuk
kemajuan usaha dimasa datang. Seorang wirausaha harus bisa mengkalkulasikan
hal-hal yang menghambat pada kemajuan usahanya, meskipun hal yang peling kecil
sekalipun. Ia tidak boleh ceroboh dalam mengambil sikap maupun mengambil suatu
keputusan, apalagi dianggap sepeleh, karena itu semua juga akan menghambat
perkembangan bisnis dan juga harus tetap mengontrol emosi.[5]
E.
Ayat Tentang Pengambilan Resiko
w ß#Ïk=s3ã ª!$# $²¡øÿtR wÎ) $ygyèóãr 4 $ygs9 $tB ôMt6|¡x. $pkön=tãur $tB ôMt6|¡tFø.$# 3 $oY/u w !$tRõÏ{#xsè? bÎ) !$uZÅ¡®S ÷rr& $tRù'sÜ÷zr& 4 ....
Artinya: ‘’Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.
(mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa
atau Kami tersalah. ....
Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. Pengalihan bentuk engkau menjadi Allah
dan kami menjadi seseorang agaknya ditempuh agar tertampung dalam
redaksi ini keseluruhan sifat-sifat Allah Yang Maha Indah. Karena seperti
diketahui, jika anda berkata: Allah, maka semua sifat-Nya dicakup dalam kata
itu, tetapi jika anda menyebut salah satu sifat-Nya, katakan sifat Maha Kuasa,
maka sifat-sifatNya yang lain tidak dicakup oleh sikap Maha Kuasa itu.
Bisa jadi juga penggalan awal ayat ini bukan
merupakan bagian dari ucapan orang-orang mukmin, tetapi ia merupakan firman
Allah menyambut ucapan orang mukmin yang menyatakan: “kami dengar dan kami
taati”, serta permohonan mereka agar tidak dituntut pertanggungjawaban atas
bisikan-bisikan hati mereka. allah menyambut permohonan itu dengan berfirmann: “Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kelapangan/kesanggupannya.”
Setiap tugas yang dibebankan kepada seseorang
tidak keluar dari tiga kemungkinan: pertama, mampu dan mudah dilaksanakan;
kedua, sebaliknya, tidak mampu dia laksanakan, dan kemungkinan ketiga, dia
mampu melaksanakannya tapi dengan susah payah dan terasa sangat berat. Di sisi
lain, seseorang akan merasa mudah melaksanakan sesuatu jika arena atau waktu pelaksanaanya lapang,
berbeda dengan tempat atau waktu yang sempit. Dari sini konteks kata lapang
dalam konteks tugas dipahami dalam arti mudah.
Tugas-tugas yang dibebankan Allah kepada
manusia adalah tugas-tugas yang lapang. Mudah untuk dilaksanakan, bahkan setiap
seseorang yang mengalami kesuliatan
dalam pelaksanaan satu tugas, oleh satu dan lain faktor, maka kesulitan
tersebut melahirkan kemudahan yang dibenarkan walaupun sebelumnya tidak
dibenarkan. Shalat diwajibkan berdiri, tetapi kalau sulit berdiri, maka boleh
duduk. Demikianlah Allah tidak menghendaki sedikitpun kesulitan menimpa
manusia.
Selanjutnya, hakikat di atas dijelaskan dengan
menyatakan, “baginya (pahala, sesuai) apa yang diusahakan, dan atasnya
(siksa, sesuai) apa yang telah ia usahakan.”
Kata lahaa yang di atas diterjemahkan
dengan baginya, yakni pahala. Dan ‘alaiha dipahami dalam arti atasnya
dosa. Memang kata ‘ala digunakan antara lain untuk menggambarkan
sesuatu yang negatif, karena itu ia di atas dipahami sebagai dosa, bertolak
belakang dengan kata laha’ yang digunakan untuk menggambarkan sesuatu
yang positif. Selanjutnya terbaca di atas ketika ayat ini menggambarkan usaha
yang baik, kata yang digunakan adalah kasabat, sedang ketika berbicara
tentang dosa adalah iktasabat. Walaupun keduanya berakar sama, tetapi
kandungan maknanya berbeda. Patron kata iktasabat digunakan untuk
menunjuk adanya kesungguhan, serta usaha ekstra. Berbeda dengan kasaba,
yang berarti melakukan sesuatu dengan mudah dan tidak disertai dengan usaha
sunguh-sungguh. Penggunaan kata kasabat dalam menggambarkan usaha
positif, memberi isyarat bahwa kebaikan, walau dalam bentuk niat dan belum
wujud dalam kenyataan, sudah mendapat imbalan dari Allah. Berbeda dengan
keburukan. Ia baru dicatat sebagai dosa setelah diusahakan dengan kesungguhan
dan lahir dalam kenyataan. Di samping itu, penggunaan bentuk kata tersebut juga
menggambarkan bahwa pada prinsipnya jiwa manusia cenderung berbuat kebajikan.
Kejahatan pada mulanya dilakukan manusia dengan kesungguhan dan dengan usaha
ekstra, karena kejahatan tidak sejalan dengan bawaan dasar manusia.
Selanjutnya, para orang mukmin itu melajutkan do’a
mereka, “janganlah engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah.”
Anda jangan berkata, mengapa permohonan ini
masih mereka ajukan, padahal Nabi Saw. Telah menyatakan bahwa, “Allah tidak
akan menghukum umatnya akibat salah, lupa atau dipaksa” (HR. Ath-Thabarani).
Jangan berkata demikian, karena di satu sisi, bisa jadi doa ini berkaitan
dengan hal sebelum Allah menetapkan ketentuan, yang disampaikan setelah
permohonan itu dipanjatkan oleh orang-orang mukmin. Atau bisa jadi juga
sesudahnya, tetapi apa yang mereka maksud di sini, berbeda dengan yang dimaksud
oleh Rasul Saw. Itu. Lupa dan bersalah, ada yang tidak disengaja serta di luar
kemampuan manusia, dan ada juga karena kecerobohan sehingga menghasilkan dampak
yang sangat buruk. Seorang pembantu yang bertugas menjaga anak, tetapi dia
tidak memperhatikan anak itu sehingga terjatuh atau terluka, tentu saja tidak
bermaksud melukai anak, apa yang terjadi adalah kesalahannya, tetapi kesalahan
tersebut adalah akibat kecerobohannya. Inilah yang dimaksud dengan permohonan
ini.[6]
KESIMPULAN DAN PENUTUP
A.
Kesimpulan
Resiko bagi para wirausaha bukanlah sebagai suatu
hambatan untuk meraih kesuksesan tetapi dijadikan sebagai suatu tantangan.
Wirausaha adalah orang yang lebih menyuka ihal-hal yang menantang untuk lebih
mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Pengambilan resiko menurut perspektif
wirausaha yaitu dengan mengambil resiko yang tidak terlalu tinggi dan tidak
terlalu rendah. Karena seorang wirausaha selalu ingin berhasil mereka menjauhi
resiko yang tinggi, dan menghindari resiko yang lebih rendah karena bagi mereka
tidak ada tantangan. Beberapa jenis resiko: Objective risk, Subjective
risk, Uncertainty. dan Risk managemen procces terdiri dari lima
langkah sebagai berikut: Harus adanya pembinaan prosedur dan komunikasi dalam
organisasi secara baik, Selalu melakukan identifikasi pada risk,
Pengambilan keputusan (decision maker),
Implementasi daripada metode yang sudah dipilih dan Evalusi terhadap
keputusan yang telah diambil.
“seorang wirausaha yang berani menanggung
resiko ialah orang yang selalu ingin jadi pemenang dan memenangkan dengan cara
yang baik.”
B.
Penutup
Di bawah genggaman kuasa Allah
swt. dan limpahan
nikmat Nya yang tak terhingga, para penulis memanjatkan puji
dan syukur dari lubuk jiwa ke hadirat Allah swt. yang telah
memberi anugerah terindah kepada para penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “PENGAMBILAN RESIKO” tepat sebelum tiba waktu yang ditentukan.
Para penulis tentunya sudah berusaha
maksimal dalam memanfaatkan waktu untuk
menuangkan segala pikiran dan pengetahuan ke dalam makalah ini. Para penulis tidak
lupa memohon ampun kepada Allah swt.
atas kesalahan-kesalahan kami dalam penulisan makalah ini. Dan tentunya, kritik
dan saran sangat penulis harapkan, guna perbaikan di masa mendatang. Dan harapan para penulis, semoga makalah ini sangat
bermanfaat bagi para penulis,
teman-teman, masyarakat, dan semua pihak yang membaca makalah ini. Amien Ya Rabbal ‘Alamin...
DAFTAR PUSTAKA
Alma, Bukhari a, Kewirausahaan , Bandung;
Alfabeta, 2011
Shihab, Quraish , Tafsir al-Misbah Volume I, Jakarta:
Lentera Hati, 2002
Suryana, Alm dan Bayu, Kartib, Kewirausahaan pendekatan karakteristik
wiraisahawan sukses Jakarta: kencana, 2010
Yunus, Muh. Islam dan
Kewirausahaan Inovatif, UIN Malang Pers; Malang, 2008
http://menjadi-wirausaha.blogspot.com/2010/08/mengambil-risiko-dalam-peluang-usaha.html
[3] Yuyus Suryana dan Kartib Bayu, Kewirausahaan pendekatan karakteristik
wiraisahawan sukses (Jakarta: kencana, 2010), 154-161
[6]Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Volume I (Jakarta:
Lentera Hati, 2002), 620-622
copassss ~
BalasHapus