Kamis, 29 November 2012

pengambilan resiko

DIKDIK ALI AKBAR/ PTIQ JAKARTA

PENDAHULUAN

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, yang telah mencurahkan rahmat dan kasih sayang Nya kepada seluruh manusia. Tuhan yang memperbuat apa saja yang dikehendak Nya, yang Besar dan Tinggi, yang Tunggal, dan tidak sesuatu pun yang menyerupai Nya.
Shalawat dan Salam dimohonkan untuk penghulu kita, Imam sekalian Rasul, Nabi yang paling akhir yang diutus Tuhan untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira untuk hamba-hamba Nya yang saleh dan membawa kabar duka untuk umat yang durhaka. Rasul yang memanggil umat ke jalan Allah  dan menjadi pelita bagi seluruh manusia di kegelapan zaman, yaitu Muhammad ShallAllah u ‘Alaihi Wasallam.
   Salah satu karakteristik seorang wirausaha yaitu berani mengambil resiko. Apakah yang dimaksud dengan resiko? Bagaimana pandangan wirausaha mengenai resiko? dan apakah pengambilan resiko itu sama pengertiannya bagi setiap orang? Resiko dapat diartikan sebagai suatu ketidakpastian dimasa yang akan datang  dan dapat diartikan juga sebagai suatu konsekuensi yang memunculkan dampak yang merugikan.
Penjabaran dari resiko dan pengambilan resiko sebagaimana dituliskan di atas akan dibahas dalam makalah ini, semoga bermanfaat.



          Jakarta, 25 Oktober 2012

          Pemakalah
             








PEMBAHASAN

A.      Pengertian Pengambilan Resiko

Wirausaha sering dikenal sebagai orang yang mampu membuka usahanya sendiri dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi orang lain. Menurut KBBI, wirausahawan merupakan orang yang pandai atau berbakat mengenali produk baru, menyusun cara baru dalam berproduksi, menyusun operasi untuk mengadakan produk baru, mengatur permodalan operasinya, serta memasarkanya. Seorang wirausaha harus mampu menciptkan sesuatu yang berbeda dan mampu menangkap peluang yang ada.
Resiko bagi para wirausaha bukanlah sebagai suatu hambatan untuk meraih kesuksesan tetapi dijadikan sebagai suatu tantangan. Wirausaha adalah orang yang lebih menyukai hal-hal yang menantang untuk lebih mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Pengambilan resiko menurut perspektif wirausaha yaitu dengan mengambil resiko yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Karena seorang wirausaha selalu ingin berhasil menjauhi resiko yang tinggi, dan menghindari resiko yang lebih rendah karena bagi mereka tidak ada tantangan.
Dalam pengambilan resiko para wirausaha selalu memperhitungkan matang-matang keputusan yang akan diambil. Pengambilan resiko berkaitan erat dengan kepercayaan diri. Semakin besar keyakinan pada kemampuan diri sendiri, semakin besar pula keyakinan dalam mempengaruhi hasil dan keputusan, serta semakin siap pula mencoba apa yang menurut orang lain penuh dengan resiko.
Yang membedakan seorang wirausaha dengan yang lainnya adalah kesiapan dalam pengambilan resiko. Kebanyakan orang lebih suka berada dalam titik yang aman dan nyaman dengan tidak mengambil hal yang beresiko atau lebih memilih resiko yang lebih rendah. Berbeda dengan wirausaha, resiko dijadikan sebagai tantangan untuk mencapai kesuksesan, bukan suatu hambatan yang menjadikan kita gagal.[1]
Anak muda sering dikatakan selalu menyenangi tantangan. Mereka tidak takut mati. Inilah salah satu faktor pendorong anak muda menyenangi olah raga yang penuh dengan resiko dan tantangan, seperti balap motor di jalan raya, balap mobil milik orang tuanya. Tetapi, contoh-contoh tersebut dalam arti negatif. Olahraga beresiko yang positif ialah panjat tebing, mendaki gunung, arum jeram karate atau olah raga bela diri dan sebagainya.
Ciri-ciri dan watak seperti ini dibawa ke dalam wirausaha yang juga penuh resiko dan tantangan, seperti persaingan, harga turun naik, barang tidak laku dan sebagainya. Namun semua tantangan ini harus dilakukan dengan penuh perhitungan. Jika perhitungan sudah matang, membuat pertimbangan dari segala macam segi, maka berjalanlah terus dengan tidak lupa berlindung kepada-Nya.[2]

B.       Berani mengambil resiko

Risiko itu ada bilamana waktu yang akan datang (future) tidak diketahui (uknown). Jadi, dengan perkataan lain resiko itu ada bila ada ketidakpastian (uncertainty). Berhubungan akibat daripada resiko itu sangat tidak kita kehendaki, maka setiap orang akan bertindak sebgai risk manager, bukan karena dipilih tetapi karena terpaksa. Berhubung resiko itu banyak ragamnya, dalam tahap ini akan dibahas terutama resiko yang dihadapi oleh business firm dan selanjutnya resiko yang dihadapi oleh keluarga. Beberapa jenis resiko:
1.      Objective risk                :      ialah resiko yang terjadi secara alami (nature) yang sama bagi semua orang dan cara mengatasinya pun sama.
2.      Subjective risk              :      adalah resiko yang diperkirakan akan terjadi oleh setiap orang sebagai akibat objective risk.
3.      Uncertainty                  :      adalah kesadaran orang akan adanya resiko dalam situasi tertentu, tetapi sulit untuk memperkirakan mana dari sekian akibat atau hasil yang akan terjadi. Tidak seperti halnya kemungkinan, ketidakpastian ini tidak dapat diukur dengan alat apa pun yang dapat diterima.
Reaksi terhadap resiko; adalah reaksi seseorang atau tindakan seorang dalam situasi yang tidak pasti. Reaksi ini antara lain disebabkan karena ketidakpastian ini. Reaksi orang terhadap resiko tidak sama, tergantung pada hal yang berikut:
a.       Jenis kelamin
b.      Pendidikan
c.       Umur
d.      Intelegensi
e.       Kondisi ekonomi
Kerugian potensial dalam sistem yang mengandung resiko dapat digolongkan ke dalam bidang: ekonomil, sosial, politik dan psikologi, fisik, legal atau kombinasi dari semuanya. Three Classes of Economic Risk:
1.      Pure speculative risk (A. H. Mowbray)
Pure risk terjadi bila kemungkinan rugi ada tetapi kemungkinan yang menguntungkan tidak ada. Contoh: kecelakaan pada mobil
Speculative risk, timbul bila kesempatan adanya rugi maupun untung (gain) sama-sama ada. Contoh: dalam ekspansi perusahaan.
2.      static or dynamic risk (A. H. Willet)
static risk, selalu dihubungkan dengan kerugian yang disebabkan irregular action karena peristiwa alam atau karena kesalahan dari human being (manusia). Statistic losses, biasanya menyebabkan kerugian pada masyarakat dalam periode tertentu dan pengaruhnya terhadap individual selalu berupa pure risk.
Dinamic risk, biasanya dihubungkan dengan perubahan kehendak manusia. Contoh: umpamanya ada perkembangan machinery dan organisasi.
3.      Fundamental or particular risk (C. A. Kulp)
Fundamental risk, adalah resiko yang dihubungkan dengan adanya uncertainty, ketidakcermatan, bencana alam. Particular risk, adalah resiko yang sifatnya personal yang kadang-kadang dapat dicegah, seperti kehilangan pekerjaan. Sedangkan fundamental risk.
Risk managemen procces terdiri dari lima langkah sebagai berikut:
1.      Harus adanya pembinaan prosedur dan komunikasi dalam organisasi secara baik, supaya dapat menyusun serta menemukan kemungkinan adanya resiko yang akan terjadi.
2.      Selalu melakukan identifikasi pada risk. Pengukuran kerugian ini mencakup:
a.       Penetapan probilitas pada kerubian yang akan terjadi
b.      Penetapan pengaruh terhadap aspej fiansial
c.       Kemampuan memperkirakan (predicting)
3.      Pengambilan keputusan (decision maker), keputusan mana yang diangga paling baik dan paling tepat untuk mengatasi masalah, dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
a.       Avoiding the risk
b.      Reducng the loss
c.       Transfering the risk
d.      Retaining the risk internally (risk retention)
4.      Implementasi daripada metode yang sudah dipilih
5.      Evalusi terhadap keputusan yang telah diambil.
Kemauan dan kemampuan untuk mengambil resiko menempatkan salah satu nilai utama dalam kewirausahaan. Wirausaha yang tidak mau megambil resiko akan sukar memulai atau berinisiatif. Menurut Angelita S. Bajaro, “seorang wirausaha yang berani menanggung resiko ialah orang yang selalu ingin jadi pemenang dan memenangkan dengan cara yang baik.” Wirausaha ialah orang yang lebih menyukai usaha-usaha yang lebih menantang untuk mencapai kesuksesan atau kegagalan ketimbang usaha yang kurang menantang. Oleh sebab itu, wirausaha kurang menyukai resiko yang terlalu rendah atau yang terlalu tinggi. Wirausaha akan menyukai resiko yang paling seimbang (moderat). Dengan demikian, keberanian untuk menanggung resiko yang menjadi nilai kewirausahaan adalah pengambilan resiko yang penuh dengan perhitungan dan realistik.
Bahwa pengambil resiko berkaitan dengan kepercayaan diri sendiri. Artinya, semakin besar keyakinan seorang kepada kemampuan sendiri, semakin besar keyakinan orang tersebut akan kesanggupan untuk mempengaruhi hasil dan keputusan. Dan semakin besar pula kesediaan seseorang untuk mencoba apa yang menurut orang lain sebagai resiko. Oleh sebab itu, pengambil resiko ditemukan pada orang-orang yang inovatif dan kreatif yang merupakan bagian terpenting dari perilaku kewirausahaan.
Dalam perusahaan besar, manajemen senior biasanya mengambil keputusan data dan dokumentasi perusahaan yang terdapat dalam survei, laporan dan anjungan komite. Informasi ini, biasanya telah dihimpun dengan cara yang baku, sesuai dengan teknik-teknik pemecahan persoalan. Sebuah persoalan utama dapat dibagi-bagi sehingga sebagian daripadanya dapat dipecahkan dengan segera. Biasanya karena ada kebutuhan mendesak yang hasilnya cukup pasti. Biasanya keputusan dicapai melalui prosedur tetap, yang dimengerti dengan baik oleh manajemen, dan mungjin ini hasil musyawarah karena banyak orang yang bersedia memikul tanggung jawab pribadi atas keputusan tadi.[3]



C.      Mengambil Risiko dalam Peluang Usaha


Seorang wirausahawan adalah penentu risiko dan bukan penanggung risiko. Ducker mengatakan bahwa ketika wirausawan menetapkan sebuah keputusan, sudah memahami secara sadar risiko yanga bakal di hadapinya. Selanjutnya wirausaha tersebut akan memperkecil risiko - risiko itu. Dalam hal ini,penerapan inovasi dalam usaha merupakan usaha yang kreatif untuk memperkecil kemungkinan terjadinya risiko. Dalam berwirausaha praktiknya penuh risiko. seperti adanya persaingan, harga turun naik, barang tidak laku dijual,serta adanya resesi dan inflasi. Namun semua risiko tersebut dengan membuat keputusan dari segala macam segi, serta tidak lupa berlindung dan memohon pertulungan dari Tuhan Yang Maha Esa.[4]

D.      Pengambilan Resiko Karakretistik Entrepreuner

Ada tujuh ciri-ciri seorag wirausahawan menurut Meredith ( 1996 ) adalah harus memiliki percaya diri, berorientasikan tugas dan hasil, pengambil resiko, kepemimpinan, keorisinilan, berorientasi ke masa depan, jujur dan tekun. Sementara menurut Kuratko dan Hodgetts menyebutkan ada sembilan karakteristik dari entrepreneur, yaitu:
1.      Entrepreneur adalah pelaku
2.      Entrepreneur itu dilahirkan, bukan di buat atau diciptakan
3.      Entrepreneur selalu menjadi penemu atau pencipta sesuatu
4.      Entrepreneur adalah akademis
5.      Entrepreneur harus memenuhi the profile
6.      Kebutuhan entrepreneur adalah keberuntungan
7.      Ketidak tahuan merupakan keberuntungan bagi entepreniur
8.      Entrepreneur menginginkan keberhasilan dan pengalaman menyatakan tingkat kegagalan cukup tinggi
9.      Entrepreneur adalah seorang pengambil resiko
Wirausaha sukses harus cermat dalam mengkalkulasi resiko, Kecermatan, ketelitian, kehati-hatian merupakan suatu sifat yang harus dimiliki oleh seorang wirausaha. Penggabungan dari ketiga sifat diatas memberi dampak yang positif untuk kemajuan usaha dimasa datang. Seorang wirausaha harus bisa mengkalkulasikan hal-hal yang menghambat pada kemajuan usahanya, meskipun hal yang peling kecil sekalipun. Ia tidak boleh ceroboh dalam mengambil sikap maupun mengambil suatu keputusan, apalagi dianggap sepeleh, karena itu semua juga akan menghambat perkembangan bisnis dan juga harus tetap mengontrol emosi.[5]

E.     Ayat Tentang Pengambilan Resiko
Ÿw ß#Ïk=s3ムª!$# $²¡øÿtR žwÎ) $ygyèóãr 4 $ygs9 $tB ôMt6|¡x. $pköŽn=tãur $tB ôMt6|¡tFø.$# 3 $oY­/u Ÿw !$tRõÏ{#xsè? bÎ) !$uZŠÅ¡®S ÷rr& $tRù'sÜ÷zr& 4 ....
Artinya: ‘’Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. ....
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. Pengalihan bentuk engkau menjadi Allah dan kami menjadi seseorang agaknya ditempuh agar tertampung dalam redaksi ini keseluruhan sifat-sifat Allah Yang Maha Indah. Karena seperti diketahui, jika anda berkata: Allah, maka semua sifat-Nya dicakup dalam kata itu, tetapi jika anda menyebut salah satu sifat-Nya, katakan sifat Maha Kuasa, maka sifat-sifatNya yang lain tidak dicakup oleh sikap Maha Kuasa itu.
Bisa jadi juga penggalan awal ayat ini bukan merupakan bagian dari ucapan          orang-orang mukmin, tetapi ia merupakan firman Allah menyambut ucapan orang mukmin yang menyatakan: “kami dengar dan kami taati”, serta permohonan mereka agar tidak dituntut pertanggungjawaban atas bisikan-bisikan hati mereka. allah menyambut permohonan itu dengan berfirmann: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kelapangan/kesanggupannya.
Setiap tugas yang dibebankan kepada seseorang tidak keluar dari tiga kemungkinan: pertama, mampu dan mudah dilaksanakan; kedua, sebaliknya, tidak mampu dia laksanakan, dan kemungkinan ketiga, dia mampu melaksanakannya tapi dengan susah payah dan terasa sangat berat. Di sisi lain, seseorang akan merasa mudah melaksanakan sesuatu  jika arena atau waktu pelaksanaanya lapang, berbeda dengan tempat atau waktu yang sempit. Dari sini konteks kata lapang dalam konteks tugas dipahami dalam arti mudah.
Tugas-tugas yang dibebankan Allah kepada manusia adalah tugas-tugas yang lapang. Mudah untuk dilaksanakan, bahkan setiap seseorang yang  mengalami kesuliatan dalam pelaksanaan satu tugas, oleh satu dan lain faktor, maka kesulitan tersebut melahirkan kemudahan yang dibenarkan walaupun sebelumnya tidak dibenarkan. Shalat diwajibkan berdiri, tetapi kalau sulit berdiri, maka boleh duduk. Demikianlah Allah tidak menghendaki sedikitpun kesulitan menimpa manusia.
Selanjutnya, hakikat di atas dijelaskan dengan menyatakan, “baginya (pahala, sesuai) apa yang diusahakan, dan atasnya (siksa, sesuai) apa yang telah ia usahakan.
Kata lahaa yang di atas diterjemahkan dengan baginya, yakni pahala. Dan ‘alaiha dipahami dalam arti atasnya dosa. Memang kata ‘ala digunakan antara lain untuk menggambarkan sesuatu yang negatif, karena itu ia di atas dipahami sebagai dosa, bertolak belakang dengan kata laha’ yang digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang positif. Selanjutnya terbaca di atas ketika ayat ini menggambarkan usaha yang baik, kata yang digunakan adalah kasabat, sedang ketika berbicara tentang dosa adalah iktasabat. Walaupun keduanya berakar sama, tetapi kandungan maknanya berbeda. Patron kata iktasabat digunakan untuk menunjuk adanya kesungguhan, serta usaha ekstra. Berbeda dengan kasaba, yang berarti melakukan sesuatu dengan mudah dan tidak disertai dengan usaha sunguh-sungguh. Penggunaan kata kasabat dalam menggambarkan usaha positif, memberi isyarat bahwa kebaikan, walau dalam bentuk niat dan belum wujud dalam kenyataan, sudah mendapat imbalan dari Allah. Berbeda dengan keburukan. Ia baru dicatat sebagai dosa setelah diusahakan dengan kesungguhan dan lahir dalam kenyataan. Di samping itu, penggunaan bentuk kata tersebut juga menggambarkan bahwa pada prinsipnya jiwa manusia cenderung berbuat kebajikan. Kejahatan pada mulanya dilakukan manusia dengan kesungguhan dan dengan usaha ekstra, karena kejahatan tidak sejalan dengan bawaan dasar manusia.
Selanjutnya, para orang mukmin itu melajutkan do’a mereka, “janganlah engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah.
Anda jangan berkata, mengapa permohonan ini masih mereka ajukan, padahal Nabi Saw. Telah menyatakan bahwa, “Allah tidak akan menghukum umatnya akibat salah, lupa atau dipaksa” (HR. Ath-Thabarani). Jangan berkata demikian, karena di satu sisi, bisa jadi doa ini berkaitan dengan hal sebelum Allah menetapkan ketentuan, yang disampaikan setelah permohonan itu dipanjatkan oleh orang-orang mukmin. Atau bisa jadi juga sesudahnya, tetapi apa yang mereka maksud di sini, berbeda dengan yang dimaksud oleh Rasul Saw. Itu. Lupa dan bersalah, ada yang tidak disengaja serta di luar kemampuan manusia, dan ada juga karena kecerobohan sehingga menghasilkan dampak yang sangat buruk. Seorang pembantu yang bertugas menjaga anak, tetapi dia tidak memperhatikan anak itu sehingga terjatuh atau terluka, tentu saja tidak bermaksud melukai anak, apa yang terjadi adalah kesalahannya, tetapi kesalahan tersebut adalah akibat kecerobohannya. Inilah yang dimaksud dengan permohonan ini.[6]






















KESIMPULAN DAN PENUTUP

A.      Kesimpulan
Resiko bagi para wirausaha bukanlah sebagai suatu hambatan untuk meraih kesuksesan tetapi dijadikan sebagai suatu tantangan. Wirausaha adalah orang yang lebih menyuka ihal-hal yang menantang untuk lebih mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Pengambilan resiko menurut perspektif wirausaha yaitu dengan mengambil resiko yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Karena seorang wirausaha selalu ingin berhasil mereka menjauhi resiko yang tinggi, dan menghindari resiko yang lebih rendah karena bagi mereka tidak ada tantangan. Beberapa jenis resiko:  Objective risk, Subjective risk, Uncertainty. dan Risk managemen procces terdiri dari lima langkah sebagai berikut: Harus adanya pembinaan prosedur dan komunikasi dalam organisasi secara baik, Selalu melakukan identifikasi pada risk, Pengambilan keputusan (decision maker),  Implementasi daripada metode yang sudah dipilih dan Evalusi terhadap keputusan yang telah diambil.
seorang wirausaha yang berani menanggung resiko ialah orang yang selalu ingin jadi pemenang dan memenangkan dengan cara yang baik.

B.       Penutup
Di bawah genggaman kuasa Allah swt. dan limpahan nikmat Nya yang tak terhingga, para penulis memanjatkan puji dan syukur dari lubuk jiwa ke hadirat Allah swt. yang telah memberi anugerah terindah kepada para penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul  “PENGAMBILAN RESIKO” tepat sebelum tiba waktu yang ditentukan.
Para penulis tentunya sudah berusaha maksimal dalam memanfaatkan  waktu untuk menuangkan segala pikiran dan pengetahuan ke dalam makalah ini. Para penulis tidak lupa memohon ampun kepada Allah swt. atas kesalahan-kesalahan kami dalam penulisan makalah ini. Dan tentunya, kritik dan saran sangat penulis harapkan, guna perbaikan di masa mendatang. Dan harapan para penulis, semoga makalah ini sangat bermanfaat bagi para penulis, teman-teman, masyarakat, dan semua pihak yang membaca makalah ini. Amien Ya Rabbal Alamin...


DAFTAR PUSTAKA


Alma, Bukhari a, Kewirausahaan , Bandung; Alfabeta, 2011
Shihab, Quraish , Tafsir al-Misbah Volume I, Jakarta: Lentera Hati, 2002
Suryana, Alm dan Bayu, Kartib,  Kewirausahaan pendekatan karakteristik wiraisahawan sukses Jakarta: kencana, 2010
Yunus, Muh. Islam dan Kewirausahaan Inovatif, UIN Malang Pers; Malang, 2008
http://menjadi-wirausaha.blogspot.com/2010/08/mengambil-risiko-dalam-peluang-usaha.html



[2] Bukhari Alma, Kewirausahaan (Bandung; Alfabeta, 2011), 54
[3] Yuyus Suryana dan Kartib Bayu, Kewirausahaan pendekatan karakteristik wiraisahawan sukses (Jakarta: kencana, 2010), 154-161
[4] http://menjadi-wirausaha.blogspot.com/2010/08/mengambil-risiko-dalam-peluang-usaha.html

[5] Yunus. Islam dan Kewirausahaan Inovatif, (UIN Malang Pers; Malang, 2008), 56

[6]Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Volume I (Jakarta: Lentera Hati, 2002), 620-622